Sabtu, 14 Januari 2012

Kapal Layar Unik Pinisi

Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengharungi tujuh samudera besar di dunia




 Kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu, diperkirakan[3] kapal pinisi sudah ada sebelum tahun 1500an. Menurut[4] naskah Lontarak I Babad La Lagaligo pada abad ke 14, Pinisi pertama sekali dibuat oleh Sawerigading, Putera Mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai.
Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan memperisteri Puteri We Cudai. Setelah beberapa lama tinggal di negeri Tiongkok, Sawerigading kembali kekampung halamannya dengan menggunakan Pinisinya ke Luwu. Menjelang masuk perairan Luwu kapal diterjang gelombang besar dan Pinisi terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Beru dan Lemo-lemo. Masyarakat ketiga desa tersebut kemudian merakit pecahan kapal tersebut menjadi perahu yang kemudian dinamakan Pinisi.






 Ritual pembangunan Pinisi

Pembuatan Perahu Pinisi cukup unik, karena proses pembuatannya memadukan keterampilan teknis dengan kekuatan magis. Tahap pertama dimulai dengan penentuan hari baik untuk mencari kayu (bahan baku). Hari baik untuk mencari kayu biasanya jatuh pada hari ke-5 dan ke-7 pada bulan yang sedang berjalan. Angka 5 menyimbolkan naparilimai dalle‘na, yang berarti rezeki sudah di tangan, sedangkan angka 7 menyimbolkan natujuangngi dalle‘na, yang berarti selalu mendapat rezeki. Tahap selanjutnya adalah menebang, mengeringkan dan memotong kayu. Kemudian kayu atau bahan baku tersebut dirakit menjadi sebuah perahu dengan memasang lunas, papan, mendempulnya, dan memasang tiang layar. Tahap terakhir adalah peluncuran perahu ke laut.
Tiap-tiap tahap tersebut selalu diadakan upacara-upacara adat tertentu. Sebelum perahu Pinisi diluncurkan ke laut, terlebih dahulu dilaksanakan upacara maccera lopi (mensucikan perahu) yang ditandai dengan pemyembelihan binatang. Jika Perahu Pinisi itu berbobot kurang dari 100 ton, maka binatang yang disembelih adalah seekor kambing, dan jika bobotnya lebih dari 100 ton, maka binatang yang disembelih adalah seekor sapi.
Pada saat peletakan lunas, juga harus disertai prosesi khusus. Saat dilakukan pemotongan, lunas diletakkan menghadap Timur Laut. Balok lunas bagian depan merupakan simbol lelaki. Sedang balok lunas bagian belakang diartikan sebagai simbol wanita. Usai dimantrai, bagian yang akan dipotong ditandai dengan pahat. Pemotongan yang dilakukan dengan gergaji harus dilakukan sekaligus tanpa boleh berhenti. Itu sebabnya untuk melakukan pemotongan harus dikerjakan oleh orang yang bertenaga kuat. Demikian selanjutnya setiap tahapan selalu melalui ritual tertentu.



Pelabuhan Pinisi di Bulukumba
DI ujung selatan semenanjung Sulawesi Selatan, sekitar 153 kilometer dari Kota Makassar, terletak sebuah kabupaten bernama Bulukumba, yang menyimpan keindahan tersembunyi di pantainya yang masih asli dengan taman laut bawah air dan juga budaya maritim yang unik. Kabupaten ini dikenal penduduk lokal dengan nama Butta Panrita Lopi atau Tanah dari Kapal Layar Pinisi.

Bulukumba mendapat julukan tersebut karena tempat ini merupakan tempat lahirnya kapal pinisi yang terkenal. kapal layar Pinisi telah dibangun di sini sejak abad ke 14. Kapal ini sebagian besar dibuat di daerah yang disebut Tanah Beru, 176 kilometer dari Kota Makassar.

Di Tanah Beru, Anda akan melihat puluhan dermaga kering di mana Kapal Layar Pinisi berada dalam berbagai tahap konstruksi. Kerajinan tangan khas Bugis yang terbentuk dalam Kapal Pinisi ini menjadi ikon pelaut Indonesia.

Setelah melihat bagaimana cara membuat Kapal Pinisi, manjakan diri Anda dengan beristirahat di bagian selatan Bulukumba, tepatnya di Tanjung Bira. Tanjung Bira merupakan pantai berpasir putih yang indah dan luas, tempat yang pas untuk menyaksikan pemandangan matahari terbenam. Tanjung Bira juga tempat yang cocok untuk snorkeling, karena terumbu karang dan ramainya ikan-ikan tropis yang indah di bawah lautnya.

Bulukumba didiami etnis khusus yang disebut Kajang. Etnis ini selama berabad-abad tinggal d daerah pedalaman yang disebut Tana Toa, yang masih mempraktekkan ajaran dan tradisi kuno dalam kesehariannya. Mereka hidup dalam kesederhanaan, di rumah tanpa furnitur, listrik maupun peralatan modern lainnya. Untuk mencapai Bulukumba, dapat menggunakan bis dari terminal Malengkeri di Makassar selama kurang lebih dua hingga tiga jam.


BERWISATA KE NEGERI PINISI
Sulawesi Selatan terkenal akan berbagai jenis wisata yang menawan hati para pelancong. Pembuatan perahu pinisi di Desa Tana Beru, Bulukumba diantaranya.

Hampir tak dapat dipercaya bahwa sebuah perahu kayu tradisional mampu menaklukkan ombak Samudra Hindia yang terkenal garang. Adalah nelayan suku Bugis Makassar, yang sejak ratusan tahun lalu terkenal sebagai pelaut ulung, yang melakukan hal tersebut dengan menggunakan kapal pinisi.

Istilah Pinisi diduga kuat berasal dari plesetan kata “Pinnace” yang dalam Bahasa Inggris menunjukkan kata sebuah kapal layar. Diyakini bahwa ketika orang-orang Eropa sekitar 400 tahun lalu menjelajahi Nusantara telah melakukan transformasi teknologi kemaritiman dengan pelaut Bugis Makassar.

Puncak acara pada peluncuran perahu ini adalah ritual Ammossi sebagai simbol kelahiran bayi dalam wujud perahu. Punggawa atau Panrita yang bertindak sebagai pemimpin upacara mengawali dengan memahat dalam lambung perahu. Pertengahan lunas dibor sampai tembus, selanjutnya Panrita mencuci muka diatas lubang lunas tersebut. Dengan berakhirnya ritual ini berarti bahwa perahu telahy siap untuk digunakan dalam pelayaran.

Wisata pembuatan kapal pinisi ini paling diminati dilakukan oleh pelancong pada saat awal pembuatan perahu dan pada saat perahu siap dilayarkan di laut. Tetapi, pertengahan pembuatan kapal pun tetap menarik minat para pelancong walaupun tidak sebanyak di kedua momen awal dan akhir tersebut. 



Penyimak yang baik selalu meniggalkan komentar 




SUMBER 

4 komentar:

  1. Saya ikut bangga, Pinisi Kebudayaan Bangsa Indonesia, bukan transformasi teknologi dari barat, dilhat dari bentuk lambung kapal yang sangat berbeda dengan perahu dari negara manapun.

    BalasHapus
  2. iya setuju sama yang di atas

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh penulis.

    BalasHapus